Internet

Technology

Gadgets

Latest Release

Rabu, 10 Juni 2015

Firman Allah:
artinya:
“Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Al lata dan Al Uzza dan Manat
yang ketiga, (1). Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang diada-adakan oleh kamu dan bapak-bapak kamu; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaa-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka; padahal sesungguhnya tidak datang kepada mereka petunjuk dari Tuhan
mereka.” (QS. An Najm: 19-23).

Abi Waqid Al Laitsi menuturkan: “Suatu saat kami keluar bersama Rasulullah menuju Hunain, sedangkan kami dalam keadaan baru saja lepas dari kekafiran (masuk Islam), disaat itu orang-orang musyrik memiliki sepokok pohon bidara yang dikenal dengan Dzatu Anwath, mereka selalu mendatanginya dan menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon tersebut, di saat kami sedang melewati pohon bidara tersebut, kami berkata: “ya Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzatu anwath sebagaimana mereka memilikinya”. Maka Rasulullah menjawab:

artinya:
“Allahu Akbar, itulah tradisi (orang-orang sebelum kalian) demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalian benar-benar telah mengatakan suatu perkataan seperti yang dikatakan oleh Bani Israel kepada Musa: “buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan, Musa menjawab: sungguh kalian adalah kaum yang tidak mengerti (faham)” kalian pasti akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian.”(HR. Turmudzi, dan dia menshahihkannya).

Kandungan dalam bab ini:

  1. Penjelasan tentang ayat yang terdapat dalam surat An Najm (2).
  2. Mengetahui bentuk permintaan mereka (3).
  3. Mereka belum melakukan apa yang mereka minta.
  4. Mereka melakukan itu semua untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah, karena mereka beranggapan bahwa Allah menyukai perbuatan itu.
  5. Apabila mereka tidak mengerti hal ini, maka selain mereka lebih tidak mengerti lagi.
  6. Mereka memiliki kebaikan-kebaikan dan jaminan maghfirah (untuk diampuni) yang tidak dimiliki oleh orang-orang selain mereka.
  7. Nabi Muhammad tidak menerima alasan mereka, bahkan menyanggahnya dengan sabdanya: “Allahu Akbar, sungguh itu adalah tradisi orang-orang sebelum kalian dan kalian akan mengikuti mereka”. Beliau bersikap keras terhadap permintaan mereka itu dengan ketiga kalimat ini.
  8. Satu hal yang sangat penting adalah pemberitahuan dari Rasulullah bahwa permintaan mereka itu persis seperti permintaan Bani Israel kepada nabi Musa: “buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka mempunyai sesembahan-sesembahan …”
  9. Pengingkaran terhadap hal tersebut adalah termasuk di antara pengertian La Ilaha Illallah yang sebenarnya, yang belum difahami oleh mereka yang baru masuk Islam.
  10. Rasulullah menggunakan sumpah dalam menyampaikan petunjuknya, dan beliau tidak berbuat demikian kecuali untuk kemaslahatan.
  11. Syirik itu ada yang besar dan ada yang kecil, buktinya mereka tidak dianggap murtad dengan permintaannya itu.
  12. Perkataan mereka:“…sedang kami dalam keadaan baru saja lepas dari kekafiran (masuk islam) …” menunjukan bahwa para sahabat yang lain mengerti bahwa perbuatan mereka termasuk syirik.
  13. Diperbolehkan bertakbir ketika merasa terperanjat, atau mendengar sesuatu yang tidak patut diucapkan dalam agama, berlainan dengan pendapat orang yang menganggapnya makruh.
  14. Diperintahkan menutup pintu yang menuju kemusyrikan. 
  15. Dilarang meniru dan melakukan suatu perbuatan yang menyerupai perbuatan orang-orang Jahiliyah.
  16. Boleh marah ketika menyampaikan pelajaran. 
  17. Kaidah umum, bahwa di antara umat ini ada yang mengikuti tradisi-tradisi umat sebelumnya, berdasarkan Sabda Nabi “itulah tradisi orang orang sebelum kamu … dst”
  18. Ini adalah salah satu dari tanda kenabian Nabi Muhammad, karena terjadi sebagaimana yang beliau kabarkan.
  19. Celaan Allah yang ditujukan kepada orang Yahudi dan Nasrani, yang terdapat dalam Al qur’an berlaku juga untuk kita.
  20. Sudah menjadi ketentuan umum di kalangan para sahabat, bahwa ibadah itu harus berdasarkan perintah Allah [bukan mengikuti keinginan, pikiran atau hawa nafsu sendiri]. Dengan demikian, hadits di atas mengandung suatu isyarat tentang hal-hal yang akan ditanyakan kepada manusia di alam kubur. Adapun “Siapakah Tuhanmu? sudah jelas; sedangkan “Siapakah Nabimu? berdasarkan keterangan masalah-masalah ghaib yang beliau beritakan akan terjadi; dan “Apakah agamamu? berdasarkan pada ucapan mereka: “buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka itu mempunyai sesembahan-sesembahan … dst”
  21. Tradisi orang-orang ahli kitab itu tercela seperti tradisinya orang-orang musyrik.
  22. Orang yang baru saja pindah dari tradisi-tradisi batil yang sudah menjadi kebiasaan dalam dirinya, tidak bisa dipastikan secara mutlak bahwa dirinya terbebas dari sisa-sisa tradisi tersebut, sebagai buktinya mereka mengatakan: “kami baru saja masuk islam” dan merekapun belum terlepas dari tradis- tradisi kafir, karena kenyataannya mereka meminta dibuatkan Dzatu Anwath sebagaimana yang dipunyai oleh kaum musyrikin.
fotenote
  1. Al Lata, Al Uzza dan Manat adalah nama berhala-berhala yang dipuja orang arab jahiliyah dan dianggapnya sebagai anak anak perempuan Allah.
  2. Dalam ayat ini, Allah menyangkal tindakan kaum musyrikin yang tidak rasional, karena mereka menyembah ketiga berhala tersebut yang tidak dapat mendatangkan manfaat dan tidak pula dapat menolak madharat. Dan Allah mencela tindakan dzalim mereka dengan memilih untuk diri mereka jenis yang baik dan memberikan untuk Allah jenis yang buruk dalam anggapan mereka. Tindakan mereka itu semua hanyalah berdasarkan sangkaansangkaan dan hawa nafsu, tidak berdasarkan pada tuntunan para Rasul yang mengajak umat manusia untuk beribadah hanya kepada Allah dan tidak beribadah kepada selain-Nya.
  3. Yaitu: mereka meminta dibuatkan Dzatu Anwath sebagaimana yang dimiliki oleh kaum musyrikin, untuk diharapkan berkahnya.
SUMBER: KITAB TAUHID (SYEIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB)

Selasa, 09 Juni 2015

Diriwayatkan dalam shahih Bukhari dan Muslim bahwa Abu Basyir Al Anshari bahwa dia pernah
bersama Rasulullah dalam suatu perjalanan, lalu beliau mengutus seorang utusan untuk menyampaikan pesan:

artinya:
“Agar tidak terdapat lagi dileher unta kalung dari tali busur panah atau kalung apapun harus diputuskan"

Ibnu Mas’ud menuturkan: aku telah mendengar Rasulullah bersabda:


artinya:
“Sesungguhnya Ruqyah, Tamimah dan Tiwalah adalah syirik.”(HR. Ahmad dan Abu Dawud).

TAMIMAH adalah sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak untuk menangkal dan menolak penyakit ‘ain. Jika yang dikalungkan itu berasal dari ayat-ayat Al Qur’an, sebagian ulama salaf memberikan keringanan dalam hal ini; dan sebagian yang lain tidak memperbolehkan dan melarangnya, di antaranya Ibnu Mas’ud (1) .

RUQYAH (2) yaitu: yang disebut juga dengan istilah Ajimat. Ini diperbolehkan apabila penggunaannya bersih dari hal-hal syirik, karena Rasulullah telah memberikan keringanan dalam hal ruqyah ini untuk mengobati ‘ain atau sengatan kalajengking.

TIWALAH adalah sesuatu yang dibuat dengan anggapan bahwa hal tersebut dapat menjadikan seorang istri mencintai suaminya, atau seorang suami mencintai istrinya.

Dalam hadits marfu’ dari Abdullah bin ‘Ukaim bahwasanya Rasulullah bersabda:

artinya:
“Barangsiapa yang menggantungkan sesuatu (dengan anggapan bahwa barang tersebut bermanfaat
atau dapat melindungi dirinya) maka Allah akan menjadikan orang tersebut selalu bergantung
kepadanya.”(HR. Ahmad dan At Turmudzi).

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ruwaifi’ bahwasanya Rasulullah  pernah bersabda kepadanya:

artinya:
“Hai Ruwaifi’, semoga engkau berumur panjang, oleh karena itu sampaikanlah kepada orang-orang
bahwa barangsiapa yang menggulung jenggotnya, atau memakai kalung dari tali busur panah, atau bersuci dari buang air dengan kotoran binatang atau tulang, maka sesungguhnya Muhammad berlepas diri dari orang tersebut”.

Waki’ meriwayatkan bahwa Said bin zubair berkata: “Barang siapa yang memotong tamimah dari
seseorang maka tindakannya itu sama dengan memerdekakan seorang budak.”

Dan waki’ meriwayatkan pula bahwa Ibrahim (An Nakha’i) berkata: “mereka (para sahabat) membenci segala jenis tamimah, baik dari ayat-ayat Al Qur’an maupun bukan dari ayat-ayat Al Qur’an.”

  1. Pengertian ruqyah dan tamimah.
  2. Pengertian tiwalah. 
  3. Ketiga hal diatas merupakan bentuk syirik dengan tanpa pengecualian.
  4. Adapun ruqyah dengan menggunakan ayat-ayat Al Qur’an atau do’a-do’a yang telah diajarkan oleh Rasulullah untuk mengobati penyakit ‘ain, sengatan serangga atau yang lainnya, maka tidak termasuk syirik.
  5. Jika tamimah itu terbuat dari ayat-ayat Al Qur’an, dalam hal ini para ulama berbeda pendapat, apakah termasuk ruqyah yang diperbolehkan atau tidak?
  6. Mengalungkan tali busur panah pada leher binatang untuk mengusir penyakit ‘ain, termasuk syirik juga.
  7. Ancaman berat bagi orang yang mengalungkan tali busur panah dengan maksud dan tujuan di atas.
  8. Besarnya pahala bagi orang yang memutus tamimah dari tubuh seseorang.
  9. Kata-kata Ibrahim An Nakhai tersebut di atas, tidaklah bertentangan dengan perbedaan pendapat yang telah disebutkan, sebab yang dimaksud Ibrahim di sini adalah sahabat sahabat Abdullah bin mas’ud (3).
fotenote:
  1. Tamimah dari ayat Al Qur’an dan Al Hadits lebih baik ditinggalkan, karena tidak ada dasarnya dari syara’; bahkan hadits yang melarangnya bersifat umum, tidak seperti halnya ruqyah, ada hadits lain yang membolehkan. Di samping itu apabila dibiarkan atau diperbolehkan akan membuka peluang untuk menggunakan tamimah yang haram.
  2. Ruqyah: penyembuhan suatu penyakit dengan pembacaan ayat ayat suci Al Qur’an, atau doa-doa.
  3. Sahabat Abdullah bin Mas’ud antara lain: Al Qamah, Al Aswad, Abu Wail, Al Harits bin Suwaid, ‘Ubaidah As Salmani, Masruq, Ar Rabi’ bin Khaitsam, Suwaid bin ghaflah. Mereka ini adalah tokoh generasi tabiin.
SUMBER: KITAB TAUHID (SYEIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB)

Senin, 08 Juni 2015


Firman Allah:
artinya:
“Katakanlah (hai Muhammad kepada orang-orang musyrik): terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemadharatan kepadaku, apakah berhala berhala itu dapat menghilangkan kemadharatan itu? atau jika Allah menghendaki untuk melimpahkan suatu rahmat kepadaku apakah mereka mampu menahan rahmat-Nya? katakanlah: cukuplah Allah bagiku, hanya kepada-Nyalah orang-orang yang berserah diri bertawakkal.” (QS. Az Zumar: 38).

Imran bin Husain menuturkan bahwa Rasulullah melihat seorang laki-laki memakai gelang yang terbuat dari kuningan, kemudian beliau bertanya:

artinya:
“Apakah itu? orang laki-laki itu menjawab: “gelang penangkal penyakit”, lalu Nabi bersabda: “lepaskan gelang itu, karena sesungguhnya ia tidak akan menambah kecuali kelemahan pada dirimu, dan jika kamu mati sedangkan gelang ini masih ada pada tubuhmu maka kamu tidak akan beruntung selamalamanya.” (HR. Ahmad dengan sanad yang bisa diterima)

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad pula dari Uqbah bin Amir, dalam hadits yang marfu’, Rasulullah bersabda:


artinya:
“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (1) maka Allah tidak akan mengabulkan keinginannya, dan barangsiapa yang menggantungkan Wada’ah (2) maka Allah tidak akan memberikan ketenangan kepadanya” dan dalam riwayat yang lain Rasul bersabda: “Barangsiapa yang menggantungkan tamimah maka ia telah berbuat kemusyrikan”.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Hudzaifah bahwa ia melihat seorang laki-laki yang di tangannya ada benang untuk mengobati sakit panas, maka dia putuskan benang itu seraya membaca firman Allah:


artinya:
“Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sesembahan lain)". (QS. Yusuf: 106).

Kandungan bab ini:

  1. Larangan keras memakai gelang, benang dan sejenisnya untuk tujuan-tujuan seperti tersebut di atas.
  2. Dikatakan bahwa sahabat Nabi tadi apabila mati sedangkan gelang (atau sejenisnya) itu masih melekat pada tubuhnya, maka ia tidak akan beruntung selamanya, ini menunjukkan kebenaran pernyataan para sahabat bahwa syirik kecil itu lebih berat dari pada dosa besar.
  3. Syirik tidak dapat dimaafkan dengan alasan tidak tahu.
  4. Gelang, benang dan sejenisnya tidak berguna untuk menangkal atau mengusir suatu penyakit, bahkan ia bisa mendatangkan bahaya, seperti sabda Nabi Muhammad: “… karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu”.
  5. Wajib mengingkari orang-orang yang melakukan perbuatan di atas.
  6. Penjelasan bahwa orang yang menggantungkan sesuatu dengan tujuan di atas, maka Allah akan menjadikan orang tersebut memiliki ketergantungan pada barang tersebut.
  7. Penjelasan bahwa orang yang menggantungkan tamimah telah melakukan perbuatan syirik.
  8. Mengikatkan benang pada tubuh untuk mengobati penyakit panas adalah bagian dari syirik.
  9. Pembacaan ayat di atas oleh Hudzaifah menunjukkan bahwa para sahabat menggunakan ayat-ayat yang berkaitan dengan syirik akbar sebagai dalil untuk syirik ashghar, sebagaimana penjelasan yang disebutkan oleh Ibnu Abbas dalam salah satu ayat yang ada dalam surat Al Baqarah.
  10. Menggantungkan Wada’ah untuk mengusir atau menangkal penyakit, termasuk syirik.
  11. Orang yang menggantungkan tamimah didoakan: “semoga Allah tidak akan mengabulkan keinginannya” dan orang yang menggantungkan wada'ah didoakan: “semoga Allah tidak memberikan ketenangan pada dirinya.”
fotenote

  1. Tamimah: sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak sebagai penangkal atau pengusir       penyakit, pengaruh jahat yang disebabkan oleh rasa dengki seseorang, dan lain sebagainya.
  2. Wada’ah: sesuatu yang diambil dari laut, menyerupai rumah kerang; menurut anggapan orang- orang jahiliyah dapat digunakan sebagai penangkal penyakit. Termasuk dalam pengertian ini   adalah jimat.

SUMBER: KITAB TAUHID (SYEIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB)

Minggu, 31 Mei 2015


Firman Allah:
artinya:
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada tuhan mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah), dan mereka mengharapkan rahmat-Nya serta takut akan siksa-Nya; sesungguhnya siksa Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” (QS. Al Isra’: 57).
artinya:
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapak dan kaumnya: "sesungguhnya aku  membebaskan diri dari apa yang kalian sembah, kecuali (Allah) Dzat yang telah menciptakan aku, karena hanya Dia yang akan menunjukkan (kepada jalan kebenaran).” (QS. Az Zukhruf: 26-27).


artinya:
“Mereka menjadikan orang-orang alim dan pendeta-pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan (mereka mempertaruhkan pula) Al Masih putera Maryam; padahal mereka itu tiada lain hanyalah diperintahkan untuk beribadah kepada satu sembahan, tiada sembahan yang haq selain Dia. Maha suci Allah dari perbuatan syirik mereka.” (QS. At Taubah: 31).


artinya:
“Di antara sebagian manusia ada yang menjadikan tuhan-tuhan tandingan selain Allah, mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah, adapun orang-orang yang beriman lebih besar cintanya kepada Allah.” (QS. Al Baqarah: 165).

Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, bahwa Rasulullah bersabda:

arinya:
“Barangsiapa yang mengucapkan La Ilaha Illallah dan mengingkari sesembahan selain Allah, maka haramlah harta dan darahnya, adapun perhitungannya terserah kepada Allah”.

Keterangan tentang bab ini akan dipaparkan pada bab-bab berikutnya. Adapun kandungan bab ini menyangkut masalah yang paling besar dan paling mendasar, yaitu pembahasan tentang makna tauhid dan syahadat. Masalah tersebut telah diterangkan oleh bab ini dengan beberapa hal yang cukup jelas, antara lain:

  1. Ayat dalam surat Al Isra’. Diterangkan dalam ayat ini sanggahan terhadap orang-orang musyrik, yang memohon kepada orang-orang yang shaleh, oleh karena itu, ayat ini mengandung suatu penjelasan bahwa perbuatan mereka itu adalah syirik besar (1).
  2. Ayat dalam surat At taubah. Diterangkan dalam ayat ini bahwa orang-orang ahli kitab telah menjadikan orang-orang alim dan pendeta-pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan dijelaskan pula bahwa mereka hanya diperintahkan untuk menyembah kepada satu sesembahan, dan menurut penafsiran yang sebenarnya mereka itu hanya diperintahkan untuk taat kepadanya dalam hal-hal yang tidak bermaksiat kepada Allah, dan tidak berdoa kepadanya.
  3. Kata-kata Nabi Ibrahim kepada orang-orang kafir: “sesungguhnya saya berlepas diri dari apa yang kalian sembah, kecuali (saya hanya menyembah) Dzat yang menciptakanku”. Di sini  beliau mengecualikan Allah dari segala sesembahan. Pembebasan (dari segala sembahan yang batil) dan pernyataan setia (kepada sembahan yang haq, yaitu: Allah) adalah makna yang sebenarnya dari syahadat “La Ilaha Illallah”. 
Allah berfirman:


artinya:
“Dan Nabi Ibrahim menjadikan kalimat syahadat ini kalimat yang kekal pada keturunannya, agar mereka ini kembali (kepada jalan yang benar).” (QS. Az Zukhruf: 28).

      4. Ayat dalam surat Al Baqarah yang berkenaan dengan orang-orang kafir, yang dikatakan oleh
          Allah dalam firman-Nya:

          artinya;
         “Dan mereka tidak akan bisa keluar dari neraka”. (QS. Al Baqarah: 167).

         Disebutkan dalam ayat tersebut, bahwa mereka menyembah tandingan-tandingan selain Allah,            yaitu dengan mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah, ini menunjukkan bahwa                  mereka mempunyai kecintaan yang besar kepada Allah, meskipun demikian kecintaan mereka            ini belum bisa memasukkan mereka ke dalam agama Islam (2). Lalu bagaimana dengan mereka          yang cintanya kepada sesembahan selain Allah itu lebih besar dari cintanya kepada Allah? Lalu          bagaimana lagi orang-orang yang cuma hanya mencintai sesembahan selain Allah, dan tidak                mencintai Allah?

    5. Sabda Rasulullah

         artinya:
         “Barangsiapa yang mengucapkan La Ilaha Illallah dan mengingkari sesembahan selain Allah,            maka haramlah harta dan darahnya, adapun perhitungannya terserah kepada Allah”.

        Ini adalah termasuk hal yang penting sekali yang menjelaskan pengertian La Ilaha Illallah .                 Sebab apa yang dijadikan Rasulullah sebagai pelindung darah dan harta bukanlah sekedar                   mengucapkan kalimat itu dengan lisan atau memahami arti dan lafadznya, atau mengetahui
        akan kebenarannya, bahkan bukan pula karena tidak meminta kecuali kepada Allah saja, yang
        tiada sekutu bagi-Nya, akan tetapi harus disertai dengan tidak adanya penyembahan kecuali                 hanya kepada-Nya.

        Jika dia masih ragu atau bimbang, maka belumlah haram dan terlindung harta dan darahnya.

        Betapa besar dan pentingnya penjelasan makna La Ilaha Illallah yang termuat dalam hadits
        ini, dan betapa jelasnya keterangan yang dikemukakannya, dan kuatnya argumentasi yang
        diajukan bagi orang-orang yang menentangnya.

fotenote

  1. Dapat diambil kesimpulan dari ayat dalam surat Al Isra’ tersebut bahwa makna tauhid dan         syahadat “La Ilaha Illallah” yaitu: meninggalkan apa yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, seperti menyeru (memohon) kepada orang-orang shaleh dan meminta syafaat mereka.
  2. Dari ayat dalam surat Al Baqarah tersebut diambil kesimpulan bahwa penjelasan makna tauhid dan syahadat “La Ilaha Illallah” yaitu: pemurnian tauhid kepada Allah yang diiringi dengan rasa rendah diri dan penghambaan hanya kepada-Nya.
SUMBER: KITAB TAUHID (SYEIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB)

Jumat, 29 Mei 2015


يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأَنفَالِ قُلِ الأَنفَالُ لِلّهِ وَالرَّسُولِ فَاتَّقُواْ اللّهَ وَأَصْلِحُواْ ذَاتَ بِيْنِكُمْ وَأَطِيعُواْ اللّهَ وَرَسُولَهُ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
"Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: ‘Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.’" (QS. Al-Anfaal: 1)
Sungguh merinding seseorang ketika melihat para peserta Perang Badar membicarakan harta rampasan perang. Padahal, mereka adalah kaum Muhajirin yang telah rela meninggalkan segala sesuatu untuk berhijrah guna menyelamatkan akidah mereka, tanpa menghiraukan kekayaan dunia sedikit pun.
Sementara itu, orang-orang Anshar yang telah membantu kaum Muhajirin dengan merelakan harta dan rumah-rumah mereka untuk dimakan dan ditempati bersama, tidak ada sedikit pun yang bakhil terhadap kekayaan dunia sebagaimana diungkapkan dalam firman-Nya.
وَالَّذِينَ تَبَوَّؤُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Al-Hasyr: 9)
Akan tetapi, kita dapati sebagian tafsir membawakan beberapa riwayat yang memaparkan fenomena ini (fenomena tentang perselisihan antar beberapa individu dalam status kepemilikan harta rampasan perang, red).
Harta rampasan pada waktu itu berhubungan dengan cobaan yang baik dalam peperangan. Dengan begitu, ia menjadi bukti cobaan yang baik. Pada waktu itu, orang-orang sangat berambisi mendapatkan bukti atau kesaksian ini dari Rasulullah dan dari Allah, dalam peperangan pertama untuk mengobati hati mereka dari sakit hati terhadap orang-orang musyrik.
Ambisi ini telah menutup dan mengalahkan persoalan lain yang dilupakan oleh orang-orang yang membicarakan surah Al-Anfaal. Sehingga, Allah mengingatkan mereka dan mengambalikan mereka kepada-Nya.
Inilah keharusan bertoleransi di antara mereka dalam bergaul, serta berdamai dalam hati dan perasaan. Sehingga, mereka menyadarinya sebagaimana yang dikatakan oleh Ubadah ibnush-Shamit r.a.,“Mengenai kami, para peserta Perang Badar, diturunkannya surah ini ketika kami berselisih tentang harta rampasan perang, dan akhlak kami menjadi buruk. Maka, Allah melepaskan harta rampasan itu dari tangan kami, dan menyerahkannya kepada Rasulullah saw.”
Allah telah memberikan tarbiyah Rabbaniyah kepada mereka dengan perkataan dan perbuatan, dengan dilepaskan-Nya seluruh harta rampasan dari tangan mereka dan dikembalikan-Nya kepada Rasulullah. Sehingga, Dia menurunkan hukum mengenai pembagian harta rampasan ini secara keseluruhan.
Maka, harta rampasan ini bukan hak mereka yang patut mereka perselisihkan. Akan tetapi, merupakan karunia dari Allah kepada mereka, yang dibagi-bagikan oleh Rasulullah sebagaimana yang diajarkan Allah kepada beliau. Hal ini selain pendidikan praktis sekaligus merupakan pengarahan jangka panjang, yang dimulai dengan ayat-ayat ini, dan berkelanjutan dengan ayat-ayat berikutnya.
(QS. Al-Anfaal: 1)
Bisikan yang datang kepada hati yang berselisih tentang harta rampasan ini adalah bisikan supaya bertakwa kepada Allah. Mahasuci Pencipta hati Yang Maha Mengetahui rahasia-rahasia hati. Dia tidak memalingkan hati dari kepekaan terhadap kekayaan kehidupan dunia dan tidak melepaskannya, meskipun penjelasan ini sarat dengan makna sebagai bukti terhadap ujian yang baik.
Yaitu, memokuskan perasaan untuk bertakwa kepada Allah, takut kepada-Nya, dan mencari ridha-Nya dalam urusan dunia dan akhirat. Sesungguhnya hati yang tidak bergantung kepada Allah, tidak takut kemurkaan-Nya, dan tidak mencari ridha-Nya, niscaya ia tidak akan dapat lepas dari beban harta kekayaan duniawi dan tidak akan dapat bebas merdeka.
Takwa merupakan kendali hati, yang dapat menuntunnya untuk tunduk dan patuh kepada Allah dengan mudah. Dengan kendali ini, Alquran membimbing hati untuk memperbaiki dirinya sendiri.
“…Sebab itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu…”
Dengan kendali ini, Alquran membimbingnya untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya, “Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya….”
Ketaatan pertama di sini ialah ketaatan kepada hukum yang telah ditetapkan Allah berkenaan dengan harta rampasan perang. Harta rampasan perang itu telah lepas dari tangan seorang peserta perang secara mutlak, dan kepemilikannya secara mendasar kembali kepada Allah dan Rasul-Nya.
Maka, hak penggunaan harta itu bermuara kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada sikap lain bagi orang-orang yang beriman selain menyerah kepada hukum Allah dan pembagian Rasulullah dalam masalah harta rampasan perang ini, dengan hati yang ikhlas dan jiwa yang rela.
Dengan demikian, mereka akan dapat memperbaiki hubungan dan perasaan mereka. Hati mereka menjadi jernih di dalam menghadapi sebagian yang lain. Begitulah, “…Jika kamu adalah orang-orang yang beriman…”
Oleh karena itu, iman harus memiliki bentuk amaliah yang praktis dan tampak jelas. Tujuannya untuk memantapkan keberadaannya dan menerjemahkan hakikatnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw.,“Iman itu bukan angan-angan (khayalan) dan bermanis mulut. Akan tetapi, iman adalah sesuatu (keyakinan) yang mantap di dalam hati dan dibuktikan dengan amal.” (HR. Ad-Dailami dari Anas)
Oleh karena itu, komentar semacam ini banyak terdapat di dalam Alquran untuk mengukuhkan makna yang ditetapkan oleh Rasulullah ini, dan untuk mentakrifkan iman dan mendefinisikannya. Juga untuk mengeluarkannya dari sekadar kata-kata yang diucapkan dengan lisan, atau angan-angan kosong yang tidak ada realisasinya dalam dunia amal yang nyata. (bersambung)

Firman Allah:
artinya:
“Katakanlah: ”inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku, aku berdakwah kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf: 108).

Ibnu Abbas berkata: ketika Rasulullah mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman beliau bersabda kepadanya:
artinya:
“Sungguh kamu akan mendatangi orang-orang ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) maka hendaklah pertama kali yang harus kamu sampaikan kepada mereka adalah syahadat La Ilaha Illallah –dalam riwayat yang lain disebutkan: “supaya mereka mentauhidkan Allah”- jika mereka mematuhi apa yang kamu dakwahkan, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam, jika mereka telah mematuhi apa yang telah kamu sampaikan, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka
zakat, yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang-orang yang fakir. Dan jika mereka telah mematuhi apa yang kamu sampaikan, maka jauhkanlah dirimu dari harta pilihan mereka, dan takutlah kamu dari doanya orang-orang yang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada tabir penghalang antara doanya dan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits yang lain, Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Sahl bin Sa’d, bahwa Rasulullah disaat perang Khaibar bersabda:


artinya:
“Sungguh akan aku serahkan bendera (komando perang) ini besok pagi kepada orang yang mencintai
Allah dan Rasul-Nya, dan dia dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, Allah akan memberikan kemenangan dengan sebab kedua tangannya”, maka semalam suntuk para sahabat memperbincangkan siapakah di antara mereka yang akan diserahi bendera itu, di pagi harinya mereka
mendatangi Rasulullah . Masing-masing berharap agar ia yang diserahi bendera tersebut, maka saat itu Rasul bertanya: “di mana Ali bin Abi Thalib? Mereka menjawab: "dia sedang sakit pada kedua matanya, kemudian mereka mengutus orang untuk memanggilnya, dan datanglah ia, kemudian Rasul meludahi kedua matanya, seketika itu dia sembuh seperti tidak pernah terkena penyakit, kemudian Rasul menyerahkan bendera itu kepadanya dan bersabda: “melangkahlah engkau ke depan dengan tenang hingga engkau sampai ditempat mereka, kemudian ajaklah mereka kepada Islam (1), dan
sampaikanlah kepada mereka akan hak-hak Allah dalam Islam, maka demi Allah, sungguh Allah memberi hidayah kepada seseorang dengan sebab kamu itu lebih baik dari unta-unta yang merah.” (2).

Kandungan bab ini:

  1. Dakwah kepada “La Ilaha Illallah” adalah jalannya orang-orang yang setia mengikuti Rasulullah.
  2. Peringatan akan pentingnya ikhlas [dalam berdakwah semata-mata karena Allah], sebab kebanyakan orang kalau mengajak kepada kebenaran, justru mereka mengajak kepada [kepentingan] dirinya sendiri
  3. Mengerti betul akan apa yang didakwahkan adalah termasuk kewajiban.
  4. Termasuk bukti kebaikan tauhid, bahwa tauhid itu mengagungkan Allah.
  5. Bukti kejelekan syirik, bahwa syirik itu merendahkan Allah.
  6. Termasuk hal yang sangat penting adalah menjauhkan orang Islam dari lingkungan orang orang musyrik, agar tidak menjadi seperti mereka, walaupun dia belum melakukan perbuatan syirik.
  7. Tauhid adalah kewajiban pertama.
  8. Tauhid adalah yang harus didakwahkan pertama kali sebelum mendakwahkan kewajiban yang lain termasuk shalat.
  9. Pengertian “supaya mereka mentauhidkan Allah” adalah pengertian syahadat.
  10. Seseorang terkadang termasuk ahli kitab, tapi ia tidak tahu pengertian syahadat yang sebenarnya, atau ia memahami namun tidak mengamalkannya.
  11. Peringatan akan pentingnya sistem pengajaran dengan bertahap.
  12. Yaitu dengan diawali dari hal yang sangat penting kemudian yang penting dan begitu seterusnya.
  13. Salah satu sasaran pembagian zakat adalah orang fakir.
  14. Kewajiban orang yang berilmu adalah menjelaskan tentang sesuatu yang masih diragukan oleh orang yang belajar.
  15. Dilarang mengambil harta yang terbaik dalam penarikan zakat.
  16. Menjaga diri dari berbuat dzalim terhadap seseorang.
  17. Pemberitahuan bahwa do’a orang yang teraniaya itu dikabulkan.
  18. Di antara bukti tauhid adalah ujian yang dialami oleh Rasulullah dan para sahabat, seperti kesulitan, kelaparan maupun wabah penyakit.
  19. Sabda Rasulullah: “Demi Allah akan aku serahkan bendera …” adalah salah satu dari tanda-tanda kenabian beliau.
  20. Kesembuhan kedua mata Ali, setelah diludahi Rasulullah adalah salah satu dari tanda-tanda kenabian beliau.
  21. Keutamaan sahabat Ali bin Abi Thalib.
  22. Keutamaan para sahabat Rasul, [karena hasrat mereka yang besar sekali dalam kebaikan dan sikap mereka yang senantiasa berlomba-lomba dalam mengerjakan amal shaleh] ini dapat dilihat dari perbincangan mereka di malam [menjelang perang Khaibar, tentang siapakah di antara mereka yang akan diserahi bendera komando perang, masing-masing mereka  enginginkan agar dirinyalah yang menjadi orang yang memperoleh kehormatan itu].
  23. Kewajiban mengimani takdir Allah, karena bendera tidak diserahkan kepada orang yang sudah berusaha, malah diserahkan kepada orang yang tidak berusaha untuk memperolehnya.
  24. Adab di dalam berjihad, sebagaimana yang terkandung dalam sabda Rasul: “berangkatlah engkau dengan tenang”.
  25. Disyariatkan untuk mendakwahi musuh sebelum memeranginya.
  26. Syariat ini berlaku pula terhadap mereka yang sudah pernah didakwahi dan diperangi sebelumnya.
  27. Dakwah harus dilaksanakan dengan bijaksana, sebagaimana yang diisyaratkan dalam sabda Nabi: “… dan sampaikanlah kepada mereka tentang hak-hak Allah dalam Islam yang harus dilakukan”.
  28. Wajib mengenal hak-hak Allah dalam Islam (3).
  29. Kemuliaan dakwah, dan besarnya pahala bagi orang yang bisa memasukkan seorang saja ke dalam Islam.
  30. Diperbolehkan bersumpah dalam menyampaikan petunjuk.

fotenote:
  1. Ajaklah mereka kepada Islam, yaitu kepada pengertian yang sebenarnya dari kedua kalimat syahadat, yaitu: berserah diri kepada Allah, lahir dan batin, dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, yang disampaikan melalui Rasul-Nya. 
  2. Unta-unta merah adalah harta kekayaan yang sangat berharga dan menjadi kebanggaan orang arab pada masa itu.
  3. Hak Allah dalam Islam yang wajib dilaksanakan ialah seperti: shalat, zakat, puasa, haji dan kewajiban-kewajiban lainnya
SUMBER: KITAB TAUHID (SYEIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB)

Kamis, 28 Mei 2015


Firman Allah:

artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya”. (QS. An Nisa’: 48).

Nabi Ibrahim berkata:
artinya:
“Dan jauhkanlah aku dan anak cucuku dari perbuatan (menyembah) berhala”. ( QS. Ibrahim: 35 ).

Diriwayatkan dalam suatu hadits, bahwa Rasulullah bersabda:

artinya:
“Sesuatu yang paling aku khawatirkan dari kamu kalian adalah perbuatan syirik kecil, kemudian beliau ditanya tentang itu, dan beliaupun menjawab: yaitu riya.”(HR. Ahmad, Thabrani dan Abu Dawud).

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah bersabda:

artinya:
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan menyembah sesembahan selain Allah, maka masuklah ia ke dalam neraka.”( HR. Bukhari).

Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bahwa Rasulullah bersabda:


artinya:
“Barangsiapa yang menemui Allah (mati) dalam keadaan tidak berbuat syirik kepada-Nya, pasti ia masuk surga, dan barangsiapa yang menemui-Nya (mati) dalam keadaan berbuat kemusyrikan maka pasti ia masuk neraka”.

Kandungan bab ini:
  1. Syirik adalah perbuatan dosa yang harus ditakuti dan dijauhi.
  2. Riya’ termasuk perbuatan syirik.
  3. Riya’ termasuk syirik kecil (1).
  4. Riya’ adalah dosa yang paling ditakuti oleh Rasulullah terhadap orang-orang shaleh.
  5. Dekatnya surga dan neraka
  6. Dekatnya surga dan neraka telah sama-sama disebutkan dalam satu hadits.
  7. Barangsiapa yang mati tidak dalam kemusyrikan maka pasti ia masuk surga, dan barangsiapa yang mati dalam kemusyrikan maka pasti ia masuk neraka, meskipun ia termasuk orang yang banyak ibadahnya.
  8. Hal yang sangat penting adalah permohonan Nabi Ibrahim untuk dirinya dan anak cucunya agar dijauhkan dari perbuatan menyembah berhala.
  9. Nabi Ibrahim mengambil ibrah (pelajaran) dari keadaan sebagian besar manusia, bahwa mereka itu adalah sebagaimana perkataan beliau: “Ya Rabb, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak orang.” (QS. Ibrahim:  36).
  10. Dalam bab ini mengandung penjelasan tentang makna la ilaha illallah sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, [yaitu: pembersihan diri dari syirik dan pemurnian ibadah kepada Allah]. 
  11. Keutamaan orang yang dirinya bersih dari kemusyrikan.

fotenote:

  1. Syirik ada dua macam: pertama: syirik akbar (besar) yaitu: memperlakukan sesuatu selain Allah sama dengan Allah, dalam hal-hal yang merupakan hak khusus bagi-Nya. Kedua: syirik ashghar (kecil), yaitu: perbuatan yang disebutkan dalam Al Qur’an dan Al hadits sebagai suatu syirik, tetapi belum sampai ke tingkat syirik akbar.
Adapun perbedaan diantara keduanya:
  1. Syirik akbar menghapuskan seluruh amal, sedang syirik kecil hanya menghapuskan amal yang disertainya saja.
  2. Syirik akbar mengakibatkan pelakunya kekal di dalam neraka, sedang syirik kecil tidak sampai demikian.
  3. Syirik akbar menjadikan pelakunya keluar dari Islam, sedang syirik kecil tidak menyebabkan keluar dari Islam
SUMBER: KITAB TAUHID (SYEIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB)